JAKARTA – Untuk menambahkan pengetahuan dan meningkatkan pemahaman akan tugas perlindungan saksi dan korban tindak pidana, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Republik Indonesia (LPSK) rutin menggelar diskusi dengan menampilkan pemateri dan tema yang berbeda setiap bulannya.
Pada awal Februari ini, Tenaga Ahli LPSK RI Syahrial Martanto berbagi pengetahuan tentang perlindungan saksi dan korban di Amerika Serikat. Diskusi selama dua jam itu digelar di Aula Lantai 6 Gedung LPSK, Selasa (4/2-2020) dan dihadiri pula oleh Wakil Ketua LPSK RI Livia Istania DF Iskandar beserta puluhan pegawai LPSK RI.
Pada paparannya, Tenaga Ahli LPSK RI Syahrial Martanto mengatakan, skema perlindungan saksi di Amerika Serikat dilakukan oleh US Marshal Service. Khusus Distrik Colombia, dikenal sebagai kantor kejaksaan tersibuk di Amerika Serikat karena memiliki kewenangan menuntut kasus-kasus kejahatan tingkat federal.
Dalam konteks perlindungan saksi, menurut Syahrial, mereka memiliki empat program perlindungan utama, yaitu Emergency Witness Assitance Program yang dikelola kejaksaan sendiri; skema perlindungan yang dijalankan US Marshal Service, perlindungan hukum dan perlindungan di pengadilan.
Sedangkan dalam konteks perlindungan bagi korban di Amerika Serikat, Syahrial memaparkan, setidaknya ada tiga hal korban yang menjadi hal mendasar dalam program perlindungan korban, yakni hak atas keamanan dan keselamatan, hak atas informasi dan hak atas partisipasi.
Dari semua paparannya, Syahrial menggarisbawahi sejumlah hal yang dapat dicontoh Indonesia dari program perlindungan saksi dan korban di Amerika, antara lain mengenai Victim Trust Funds dan Victim Impact Statements. “Kedua hal ini patut didorong untuk masuk dalam pembahasan revisi KUHP maupun KUHAP,” katanya.
HUMAS LPSK